Di Pura Rambut Petung
'Mengayu-ayu', Mohon Kesejahteraan
Pura
Rambut Petung terletak di Desa Pakraman Pesedahan, Kecamatan Manggis,
Karangasem dipercaya sebagai pura Kahyangan Jagat stana Batara/Dewa
Sangkara. Masyarakat setempat percaya guna mohon perlindungan agar
terhindar dari marabahaya, menggelar persembahyangan mengayu-ayu.
Seperti menghindari usaha peternakan ayam dari wabah flu burung, digelar
mengayu-ayu, tirtha dimohon dari pura ini lalu dipercikkan ke
pekarangan dan lokasi kandang peternakan.
Selama ini selain
pangempon utama krama Desa Pakraman Pesedahan, juga pura setempat
disungsung dari krama di desa sekitarnya seperti Tenganan Dauh Tukad,
Sengkidu termasuk Nyuh Tebel dan sekitarnya. Klian Desa Pakraman
Pasedahan Nyoman Wage, S.H. belum lama ini di desa setempat mengatakan,
pura ini sudah diketahui keberadaannya tahun 1021. Hal itu dapat
dibuktikan dari prasasti dan teks yang diterjemahkan dari Leiden,
Belanda baru diperoleh 1985.
Dulu raja Bali yang berpusat di
Gelgel, Klungkung ketika masa pemerintahan Ida Dalem Pasuruan, mengutus I
Gusti Ngurah Tenganan serta empat pengiring dan pasukannya menjaga dan
mapekeling (mengingatkan) kepada raja dan menggelar upacara di pura yang
berlokasi di pebumian Pesedahan. Mereka kini dipercaya sebagai leluhur
krama Pesedahan. Pura ini berlokasi di kaki Bukit Dulun Petung.
Disebutkan,
setelah Dukuh De Mangku kalah perang dalam peperangan yang berkecamuk
sekitar enam bulan, I Gusti Ngurah Tenganan menemukan tiga KK krama yang
masih ada. Dengan jumlah krama yang terbatas, dirasakan tak cukup
membentuk desa pakraman. Lantas dimohonkan krama kepada Raja Karangasem
dan mereka ditempatkan di mel kelod (di selatan pusat desa) yang kini
diperkirakan Banjar Karanganyar. Mereka itu diperkirakan berasal dari
Subagan, Seraya, Perasi dan Macang.
Sampai kini, diketahui dua
kali upacara besar yakni 100 tahun lalu, serta terakhir karya ngenteg
linggih, nubung padagingan tahun 2005. Hal itu melihat dari kemampuan
krama panyungsung.
Karya tahun 2005 itu disaksikan keturunan raja
atau keluarga Puri Karangasem seperti AAB Ngurah Agung serta Cokorda
Klungkung. Itu upacara yang berdasarkan petunjuk dari lontar yang ada.
Sementara pujawali rutin tiap enam bulan saat Umanis Galungan. 'Ketika
itu dari Tenganan Dauh Tukad mengaturkan wewalian berupa gambang,' ujar
Wage.
Dikatakan, penyungsung pura itu kini lebih dari 500 KK.
Pamangku di pura ini yakni Mangku Gede Nengah Sujati dan Mangku Ayu
Nengah Supadmi. Sementara saat pujawali atau karya besar dibantu
paguyuban pemangku di Pesedahan yakni 32 orang, terdiri atas para
pemangku kahyangan desa, pemaksan dan dadia.
Di mana menjelang aci
sambah, kata Wage, di Desa Tenganan Dauh Tukad atau Sengkidu, biasanya
mendak tirtha di Pura Rambut Petung. Di pura ini dipercaya sebagai Stana
Dewa/Batara Sangkara serta di kalangan krama penyungsung setempat
dimanifestasikan Batara Gede Lingsir Rambut Petung.
Di antara
sekian bangunan/pelinggih, terdapat Meru Tumpang Siya (sembilan) di
kanan dan kiri ada Pelinggih Gaduh, tiga buah Padmasana masing-masing
dua menghadap ke selatan dan satu ke barat.
Ada juga Gedong Sari,
pelinggih putra-putri seperti Pelinggih Batara Ayu, Pelinggih Batara
Segara, Batara Majapahit. Dibuatkan juga Pelinggih Batara di Sengkidu
dan Mendira ketika tangkil ke ajine di Pura Ramput Petung.
Mohon Kesejahteraan
Wage
mengatakan, sejumlah tokoh pernah tangkil dan mendapat panugerahan atau
paica. Pamedek dari Lombok juga pernah ngaturang pakemit di pura ini.
Selain itu, masyarakat Pesedahan dan sekitarnya mempercayai mohon
perlindungan dan kesejahteraan akan terkabul. Ini terbukti, saat wabah
flu burung atau gerubug ayam di daerah lain dan luar Bali, pengusaha
peternakan ayam ras di Pesedahan tak sampai rugi besar. Bahkan bisa
dibilang terhindar dari kematian massal akibat wabah.
Saat
menangkal gerubug ayam, peternak menggelar upacara mengayu-ayu, mohon
tirtha perlindungan dan air suci itu dipercikkan di rumah, keluarga dan
sekitar areal usaha peternakan. Puluhan usaha peternakan ayam ras dari
skala besar dan kecil merupakan andalan masyarakat Pesedahan dalam
menghidupkan perekonomian krama-nya.
Saat puwajali, kata Wage,
pamedek berdatangan dari luar desa seperti Selumbung, Padangkerta,
Perasi dan Subagan Amlapura. Saat itu areal parkir tak memadai. Kini
pangempon pura setempat merencanakan memugar panyengker keliling 225
meter dengan rencana anggaran sekitar Rp 500 juta.
Kahyangan Jagat
Pura
ini oleh prajuru setempat diyakini sebagi kahyangan jagat. Hal itu
termuat dalam Lontar Mpu Kuturan dan Lontar Padma Buana. Dalam Lontar
Mpu Kuturan disebutkan dengan terjemahan (dikutip dari Proposal
Pembangunan Penyengker Pura Kahyangan Jagat Rambut Petung Desa Pakraman
Pesedahan).
Di sana juga dijelaskan, tata cara melakukan
persembahyangan bagi sang tri wangsa utama, brahmana, ksatria ratu yang
boleh disembahnya Batara di sad kahyangan yang dibangun oleh brahmana
dahulu, ksatria ratu beserta para menteri, wesya, sudra, yaitu Batara
Giri Jagatnata, Batara Siwa Raditya, Batara Brahma, Wisnu, Iswara, stana
Batara Siwa, Sadha Siwa, Parama Siwa dan Rambut Basukih, Erjeruk,
Uluwatu, Watukaru, Pakendungan, Gowa Lawah, Rambut Petung, Tampakhyang,
Sakenan, Panataran, itu sama-sama boleh disembah olehnya di samping juga
menyembah leluhur yang sudah memasuki alam dewata dari sejak dulu,
keturunan dari Batara Dwijendra, yang demikian itu tidaklah menyebabkan
dosa baginya.
Sementara dalam Lontar Padma Buana disebutkan dengan
terjemahan, keterangannya, sad winayaka (kelompok enam dewa) dinamai
sad kahyangan sthana batara berbentuk padma di bumi, di Pulau Bali
disungsung oleh Sang Bhuta Berdua. Selanjutnya tempat Batara Berdua
menetap, inti padma di bumi bagaikan dasarnya alam, maka didirikan empat
pura, maka itu genaplah sad kahyangan di Pulau Bali, juga berasal dari
perhitungan Panca Brahma dalam batin sebagai berikut.
Sang yaitu
sadya, aksobhya, Iswara jugalah dia arahnya di timur, letaknya di Pura
Gunung Tampakhyang. Bang atau bhamadewa, ratnasambhawa, Brahma jugalah
dia arahnya di selatan, letak puranya di Gunung Andakasa. Tang yaitu tat
purusa, amittaba, Mahadewa juga dia arahnya di barat, letak puranya di
Gunung Watukaru. Ang yaitu aghosa, amoghasidi, Wisnu jugalah dia,
arahnya di utara letak puranya di Pura Gunung Pagadungan Tungtung.
Ing
yaitu Isana, Siwa Wairocana letak puranya di tengah menjadi Batara
Pratiwi bagaikan dasar berstana di Dalem Puri lalu dibuatkan pura
sebagai sudut-menyudut berasal dari perhitungan pancaaksara yaitu. Nang,
Maheswara terletak di tenggara berstana di Gowa Lawah. Mang, Ludra
terletak di barat daya berstana di Pejeng. Sing, Sangkara di barat
lfsaut letaknya di Rambut Petung. * gde budana
Sumber:
http://www.parisada.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar